Rabu, 06 Januari 2010

Program NGO yang Semakin Hambar

Ketika saya berkunjung ke beberapa daerah di Indonesia, perasaan saya sedikit agak terheran-heran ketika sedang mewawancarai dan berdiskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Mereka semua begitu hafal dan sangat paham program-program dan strategi-strategi yang dilakukan oleh NGO. Masyarakat ini memang telah beberapa kali didampingi oleh beberapa NGO dengan program yang kurang lebih sama. Meskipun jika kita tanyakan pada NGO yang bersangkutan pasti dia klaim bahwa program yang dia lakukan berbeda dengan NGO sebelumnya.

Sebenarnya telah menjadi rahasia umum bahwa program-program yang dilakukan NGO tersebut sebenarnya relative sama, hanya “kemasan” atau “isunya” aja yang berbeda. Celakanya yang mengendap di masyarakat kebanyakan bukan isu atau kemasannya tetapi stimulannya yang rata-rata berkaitan dengan uang seperti simpan pinjam, bantuan usaha atau permodalan, revolving fund dan lain sebagainya. Bahkan di beberapa tempat masyarakat begitu fasih menceritakan strategi pelaksanaan program yang dilakukan oleh NGO yang kebetulan juga relative sama.

Ada suatu contoh di suatu daerah di Indonesia, ketika saya datang ke daerah tersebut untuk melakukan evaluasi, masyarakat di daerah tersebut dengan begitu lugas menebak maksud kedatangan saya dan sekaligus mejelaskan kepada saya langkah-langkah yang akan dilakukan setelah kedatangan saya tersebut. Mereka dengan ringan mengatakan bahwa NGO yang datang kemari biasanya mengajak masyarakat untuk bikin kelompok, setelah kelompok terbentuk dilakukan pelatihan-pelatihan baru setelah pelatihan dilaksanakan diberi stimulan dana. Masyarakat tersebut menceritakannya sambil menunjuk beberapa nama NGO yang pernah berprogram di daerahnya. Pokoknya, apapun isunya ternyata pola-pola yang dilakukan NGO dalam melakukan programnya di masyarakat kurang lebih mirip seperti apa yang dikatakan masyarakat tadi.

Bagi saya sendiri sebenarnya tidak masalah apapun pola dan strategi yang dilakukan oleh NGO yang penting bisa memberikan perubahan yang lebih baik bagi masyarakat. Namun ternyata, dari berbagai daerah yang saya kunjungi tidak ada perubahan yang signifikan dari masyarakat terutama yang menyangkut kesejahteraan. Di sini berarti ada yang salah dari apa yang telah dilakukan oleh NGO selama ini. Pertanyaan-pertanyaan kritis perlu diungkapkan untuk menjawab banyaknya program yang hanya lari di tempat dan cenderung hambar. Artinya program tidak dapat memberikan sesuatu yang berarti bagi masyarakat.

Tentunya menjadi keprihatinan bagi kita yang selama ini mengharap NGO sebagai salah satu agen perubahan di masyarakat. Ternyata, pola kerja NGO tak lebih sama dengan sebuah mesin produksi yang mengikuti standart juklak dan juknis, padahal yang mereka hadapi bukanlah masalah teknis semata tetapi juga masalah social, politik bahkan budaya. Menjadi sebuah paradok ketika tujuan utama dari program NGO yang seperti kesehatan, peningkatan usaha, pendidikan, lingkungan , kesetaraan gender dan lain sebagainya menjadi hanya sekedar “kemasan” ketika dilaksanakan di masyarakat. Sementara yang sebenarnya hanya sekedar stimulant (dana, modal usaha dll) malah menjadi utama. Pola-pola seperti ini pada akhirnya akan mengubah persepsi masyarakat tentang NGO yang tereduksi hanya sekedar sebuah lembaga keuangan.

Saya menyadari memang tidak semua NGO melakukan hal yang demikian masih banyak NGO yang focus pada idealismenya dalam membantu perubahan di masyarakat, namun perlu juga dicatat bahwa NGO yang sudah menjadi “Hambar” tersebut juga tidaklah sedikit. Mereka juga cukup banyak dengan dana yang besar dan tersebar di berbagai pelosok daerah. Kita perlu bertanya apakah program-program NGO selama ini telah mampu meningkatkan kesadaran kritis dan produktivitas masyarakat atau justru meningkatkan konsumsi masyarakat?